Kepala Polri Jenderal Pol Tito Karnavian menuturkan bahwa saat ini jaringan kelompok teroris menggunakan internet sebagai sarana perekrutan dan pelatihan anggota baru.
Menurut Tito, untuk merekrut jaringannya, kelompok teroris tersebut memilih bergerak melalui media sosial, termasuk dalam memberikan pelatihan membuat bom. Ia mencontohkan terduga teroris yang ditangkap di Bekasi, Muhammad Nur Solihin, sebagai orang yang direkrut dan dilatih
melalui dunia maya.
"Memang rekrutmen sekarang adanya dimedia sosial. Ada istilahnya cyber terorism atau cyber jihad. Mereka melakukan perekrutan dan pelatihan tidak lagi fisik, tapi online," ujar Tito saat ditemui di
kawasan Dharmawangsa, Jakarta Selatan, Rabu (21/12).
Selain itu, dunia maya juga digunakan jaringan kelompok teroris untuk mendanai seluruh aksinya.
Dana yang disalurkan, kata Tito, menggunakan sistem bitcoin (satuan mata uang di dunia maya).
Untuk menangkal fenomena tersebut, kepolisian telah membentuk satuan khusus bernama Cyber Army.
Satuan tersebut memiliki tugas melakukan pengintaian, investigasi, penyamaran dan penyerangan di dunia maya. "Teknik cyber patrol ini sama dengan teknik di dunia nyata. Ada yang melakukan pengintaian, under-cover atau penyamaran, seolah-olah jadi bagian kelompok mereka, menggunakan berbagai akun media sosial dan ikut berkomunikasi," tutur Tito.
Pada kesempatan yang sama, Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara memastikan adanya kerja sama dengan Polri, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Badan Intelijen Negara (BIN) untuk menanggulangi radikalisme di dunia maya.
Menurut dia, Kemenkominfo membuka akses yang luas terhadap aparat penegak hukum jika ingin melakukan operasi siber memberantas terorisme.
"Untuk melawan radikalisme, karpet merah diberikan kepada Kapolri, Kepala BNPT dan Kepala BIN. Itu tidak pakai prosedur berbelit. Terorisme tidak pernah beritahu bagaimana dan kapan teror akan dilakukan.
Kami sangat straight forward untuk radikalisme dan terorisme," ungkapnya.